Dragbike kini kelasnya aneh-aneh, tapi pesertanya nggak aneh-aneh kok. Trek lurus ini melombakan kelas ‘neraka’ bebek bermesin imut dari 115 cc, 150 cc, 200 cc dan kelas monster 200 cc ke atas. Bagi Masbro yang mau bangun karapan motor harus tahu dulu karakter tenaga yang harus dicapai. Istilahnya pilih-pilih power band.
Power band nggak ada hubunganya sama Power Metal, Power Slave grup musik rock zaman dulu. Juga power glue. Apalagi boy band! Jauh… Power band alias rentang tenaga yang terpakai pada kisaran putaran mesin yang sudah dikorek. Istilah Londonya, usable power. “Buat mesin cc kecil, power mesin harus digeser di rpm atas, itu kuncinya,” kata Mosik Priyonggo, tuner Jupiter Z yang quick shifter itu lho… DominoQQ
Karena alaminya mesin kecil apalagi silinder tunggal dapat tenaga di putaran atas. Kalau kapasitas gede dengan silinder banyak, tenaga didapat pada rpm bawah. Mesin kecil semua perantinya kecil jadi bergeraknya enteng dan menghasilkan tanaganya di atas. Apalagi racing, sengaja dientengin atau materialnya ringan tapi mahal. “Istilahnya, power by rpm. Harusnya makin tinggi rpm, power juga naik,” ingat Onggo. Iya, rumusan tenaga mesin kan cuma Torsi x.
Nah, motor Jupiter Z quick shifter itu juga begitu. Hasil dyno menunjukkan kalau mesin itu mampu mempertahankan power sampai putaran 15.000 RPM. Berhubung di drag rpm yang turun sebentar saat pindah gigi, tenaga harus oke sejak 12.000 rpm dan puncaknya justru di 15.000. Jupiter Z ini sampai-sampai butuh data logger untuk memastikan joki memindah gigi sesuai putaran mesin yang diinginkan. Padahal powernya terbilang biasa saja, sekitar 24 dk dengan Pertamax.
Biasanya pakai Avgas, tembus di atas 25 dk. Tetapi karena grafik powernya pas, tenaga yang dikeluarkan jadi istimewa di setiap putaran. “Yang paling susah justru mengefisienkan mekanismenya biar mampu mendukung CFM mesin,” lanjut bos Omah Mburi Ong’s Racing itu.
Bingung… ya, apalagi puasa-puasa begini? Sengaja, sebab tulisan ini akan digali lebih dalam. Mesin balap yang cocok pakai spek power band ini untuk mesin drag/road race sampai 150 cc saja. Sebaliknya, motor-motor ber-cc di atas itu, lebih berat mekanismenya. Klep lebih besar, piston gambot, stroke-up dan sebagainya. Keuntungannya, meski berputar lebih pelan, toh bahan bakar yang masuk ke ruang bakar tetap deras sesuai membengkaknya kapasitas mesin. Hasilnya tenaga dan torsi mesin juga tetap dapat.
Sayangnya, keterbatasan mekanis saat mesin berputar tetap jadi kendala. “Putaran mesin sih tetap bisa tinggi, tetapi tenaga puncak mesin nggak pernah bergeser dari 10-11 ribu rpm, habis itu turun drastis,” kata Anindita, mekanik drag asal Temanggung, Jateng.
Nah, di sini pintar-pintar mekanik membuat torsi sebesar mungkin di power band itu. Ingat rumusan di atas, Power = Torsi x RPM? Jika rpm tak bisa ditingkatkan, tinggal mengail torsinya, getu kan? Nah, yang ini cocok buat mesin 200 cc ke atas, termasuk matik. Kalau matik tidak hanya karena cc-nya, tetapi juga karena mekanisme CVTnya.
Comments
Post a Comment